Assalamu’alaikum.
Tabik pun,
Tantangan
hari ke-8 Komunikasi Produktif Bunda Sayang Ibu Profesional. Setelah melatih
diri selama beberapa hari ini, apa yang saya rasakan? Ada sedikit perubahan
dalam diri saya, namun masih harus banyak berlatih lagi. Agak sedikit letih
yang saya rasakan karena sepertinya latihan yang saya lakukan belum mendapatkan
hasil maksimal. Berkali-kali saya meyakinkan diri kembali bahwa latihan ini
adalah proses panjang yang membutuhkan komitmen. Pembentukan karakter yang baik
tidak bisa terjadi serta merta. Oleh karena itu saya harus selalu menyakinkan
diri agar terus-menerus berusaha maksimal dalam setiap proses yang saya jalani.
Si
sulung suka membuat saya terkejut dengan prestasi yang dia buat. Saya pernah
mengira bahwa dia belum bisa menulis karena dia sering kali tampak tidak serius
dalam belajar. namun alangkah kagetnya saya, suatu ketika dia marah dengan
adiknya, dia menuliskan perasaannya di dinding. Bukan teman aku, tulisnya suatu
ketika. Dia pun termasuk orang yang pedui, pernah suatu saat, adiknya main entah
kemana. Sibuklah kami mencarinya.
“Mas,
kamu jangan main lagi.” Ucap Pakdenya saat itu.
“Aku
mau cari mba kok.” Protesnya.
Pernah juga di suatu sore, kami meninggalkan sebentar sulung dan adiknya di rumah. Kami pergi sebentar membeli sesuatu. Saat kami pulang, rumah sudah rapi. Rupanya si sulung bersama adiknya berinisiatif untuk merapikan mainan mereka yang berserakan. Pernah juga ia memarahi adiknya karena bermain dengan anak laki-laki.
Saya pernah juga dibuatnya terkejut karena dia bisa menyelesaikan
tugas dari sekolah dengan baik. Waktu itu dia diminta untuk menuliskan
nama-nama temannya berdasarkan video yang dikirim oleh teman-temannya melalui
WA grup. Padahal saat itu saya tertidur karena menemani si bungsu tidur. Dia pun pernah membacakan buku cerita untuk adik-adiknya, tanpa saya
minta. Begitulah si sulung. Jiwa kepemimpinannya sudah mulai terlihat, rasa
tanggung jawabnya pun sudah mulai tumbuh. Hanya saja mungkin saya dan abinya belum maksimal dalam mengarahkannya.
“Mas,
kamu kok mukul adikmu?” Tanya saya suatu ketika.
“Dia
ngomongnya sembarangan sih.” Jawab si sulung kesal.
“Coba
kamu dipukul? Mau gak?” Tanya saya lagi sambil memukul.
Mungkin saya terlalu berlebihan, saya hanya
ingin menunjukkan pada anak-anak bahwa dipukul itu tidak enak maka janganlah
memukul. Namun sepertinya saya salah. Alih-alih saya menegurnya, dia malah
mencontoh tindakan yang saya lakukan. Astaghfirullah. Sering kali saya lupa
bahwa dia masih kecil. Teman yang seumuran dengannya saya lihat masih sangat
manja dengan orang tuanya. Sementara si sulung karena dia sudah memiliki dua
orang adik, meski umurnya masih 6 tahun, kadang saya memperlakukannya lebih
dari usianya.
Saya mencoba untuk memperbaiki sikap dalam
menghadapi suatu masalah. Saya ingin si sulung mencontoh baik yang saya
lakukan. Sikap yang tidak/kurang saya sukai dari si sulung bisa jadi karena
kami, sebagai orang tua yang membentuk secara sadar maupun tidak sadar.
“Adek, jangan dirobek bukunya. Ih adek ini
nakal.” Teriak si sulung pada adiknya yang bungsu.
“Adek, sini bukunya sayang.” Pinta saya
dengan lembut.
“Ummi, itu kan buku buat dibaca bukan buat
dirobek.” Protesnya.
“Iya, Mas. Adek itu belum ngerti. Kita harus
kasih tau adek dengan lembut, tidak boleh kasar ya.” Saya mencoba untuk memberi
penjelasan.
Saya membereskan buku-buku yang berserakan. Saya
sengaja mengumpulkan buku yang telah robek menjadi satu. Saya tidak pernah
membuangnya, selain karena sayang dengan bukunya, ada nilai kenangan di
dalamnya.
“Ummi, buku ini kenapa robek? Siapa yang
merobeknya?” tanya si sulung.
“Mamas. Saat mamas masih kecil.” Terang saya.
“Ummi marah gak pas aku robek buku?” Tanyanya.
“Gak dong. Kan kamu waktu itu belum mengerti.
Kamu masih seumur adek waktu itu.” Saya menjelaskan.
“Aku dulu suka merobek buku ya, Mi?”
Tanyanya lagi.
“Tapi sekarang kan enggak karena Mamas sudah
mengerti.” Jawab saya.
“Adek harus dikasih tau ya, Mi biar ngerti.”
Ujarnya lagi.
“Iya. Kita harus ngasih tau dengan lembut ya.”
Nasihat saya.
Hari ini saya kembali tersadar bahwa memang
butuh waktu untuk memahami perasaan anak-anak, namun yang lebih utama adalah
memahami diri sendiri. Dengan adanya tantangan Bunda Sayang yang mewajibkan
pesertanya untuk mendokumentasikannya secara langsung memberikan ruang bagi
saya untuk berbicara pada diri sendiri, memahami dan menyelami diri. Bintang 5
untuk hari ini, semoga esok lebih baik lagi.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar yang sopan ya :)
Jangan lupa follow IG @ummi_lilihmuflihah dan Twitter @UmmiLilih