Assalamu’alaikum
Tabik pun,
Mengukir kisah dalam setiap proses sering tak
sesuai dengan harapan. Jenuh akan mendera, lagi-lagi bukan karena tak sanggup
untuk melalui tapi karena bertumpuknya masalah yang sulit untuk diurai. Putus
asa menghampiri saya kemarin, pertanyaan telak menusuk kegelisahan. Mengapa
saya tidak bisa menyelesaikan tantangan ini dengan baik?
Saya masih belum bisa menemukan pilihan kata
agar komunikasi produktif dapat terwujud. Saya merasa gagal menyampaikan
beberapa pesan. Sesungguhnya saya bersedih dengan situasi ini, apalagi saya
tidak bisa mendokumentasikan apa yang sudah saya lakukan dalam memperbaiki
komunikasi saya dengan anak-anak setiap hari. Tantangan pertama Bunda
Profesional tidak bisa dengan sempurna saya kerjakan. Mungkin saya terlalu
perfeksionis atau terlalu tinggi menerapkan indikator keberhasilan dalam
tantangan ini sehingga saya sulit untuk mengedepankan bahagia dalam menjalani
tantangan ini.
Sejak pandemi Covid-19 menguasai dunia, saya pun terkena dampaknya.
Berulang kali saya mengeluh bahwa manajemen emosi dan waktu saya kacau balau
sejak pandemi. Meski sudah new normal, di daerah saya kasus covid-19 meningkat,
apalagi di lingkungan tempat saya bekerja juga ada yang menjadi korban. Ada
rasa sedikit rasa khawatir terhadap wabah ini, namun yang lebih membuat saya
merasa lebih khawatir adalah peran saya sebagai seorang ibu yang bekerja di
ranah publik. Ada dilema saat meninggalkan anak untuk pergi bekerja, sementara
situasi belum kondusif. Sekolah dari rumah menjadi tidak kondusif bagi
anak-anak untuk belajar. Meski hanya 2 kali seminggu ada kewajiban untuk pergi
ke tempat bekerja, akan tetapi di hari lainnya tetaplah berkutat dengan
pekerjaan dalam balutan bekerja dari rumah.
Ingin rasanya saya melepas status ibu yang
bekerja di ranah publik, tetapi tidak semudah itu. Ada tanggung jawab yang
memang harus saya penuhi sebagai bentuk profesionalisme. Selain itu, ada banyak pertimbangan lainnya. Kalau sudah
begini, saya ingat akan ucapan seseorang yang pernah menghakimi saya karena
memilih bekerja di luar rumah. Ah, jika ingat akan hal itu, saya menjadi
semakin sedih. Bukankah kondisi dan situasi setiap orang berbeda?
Hari ini saya kembali mencoba komunikasi produktif. Seperti biasa,
setiap pagi anak-anak sarapan bersama didampingi oleh saya sambil saya menyuapi
si bungsu. Suasana riuh karena anak-anak
sambil bersenda gurau, agak berlebihan memang.
“Mas, Mbak makan itu jangan sambil bercanda.”
Tegur saya.
“Mas, makan itu jangan begitu, nasi
disumpel-sumpel ke dalam mulut.” Ujar saya lagi.
“Sudah dong becandanya.” Saya masih mencoba
menguasai diri karena anak-anak tak mau berhenti bersenda gurau sembari makan.
“Mas, makan yang bener dong. Kan mamas sudah
tahu adab makan.” Saya kembali memperingatkan saat si sulung terlalu dekat
dengan piring makannya. Sepertinya dia ingin terlihat lucu di depan
adik-adiknya.
“Mas, Mba tau gak? Becanda saat makan itu
bisa tersedak. Berbahaya.” Sudah kesekian kali saya mengomentari gaya makan
anak-anak, tapi saya berusaha untuk menguasai emosi. Sesaat mereka terdiam,
namun kemudian kembali bersenda gurau.
“Mamas dan Mba kok gak mau denger apa kata
ummi?” Tanya saya agak sedikit kesal.
“Ummi dulu waktu kecil selalu mendengarkan
apa yang diucapkan nenek dan kakek.”
“Ummi nurut sama kakek dan nenek ya?” Tanya
si sulung.
“Iya. Selama yang diucapkan hal yang baik,
harus kita ikuti.”
“Iya, Mi. Aku dah selesai makan.” Ucap si
sulung.
“Nanti ummi mau lihat, pas makan siang
adabnya dipakai gak.”
“Iya, Mi.” Si sulung beranjak dari tempat
duduk dan menaruh piring bekas makannya di tempat cuci piring.
Semoga saja pesan tersampaikan dengan baik
pada anak-anak. Saya mencoba mengganti
nasihat menjadi refleksi pengalaman. Namun sepertinya nasihat masih mendominasi
daripada refleksi pengalaman. Besok coba lagi.
Menjadi orang tua tak ada sekolahnya. Saat
saya hamil kemudian melahirkan, identitas seorang ibu melekat pada diri saya.
Saya sering membaca buku atau artikel tentang parenting sebagai bekal saya
sebagai seorang ibu, namun teori memang tak semudah praktik karena kondisi dan
situasi setiap orang berbeda. Semua bergantung pada diri masing-masing.
Bintang 4 untuk hari ini. Saya selalu
berusaha untuk menyelipkan doa. Allah yang berkuasa atas apa yang terjadi.
Semoga Allah selalu memberikan kemudahan bagi saya dan suami untuk membersamai,
menjaga, merawat, dan mendidik anak-anak menjadi anak yang soleh, sukses, dan
bahagia di dunia dan di akhirat. Setiap langkah, saya selipkan doa agar hidayah
dan berkah selalu datang pada keluarga kami, terutama anak-anak.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar yang sopan ya :)
Jangan lupa follow IG @ummi_lilihmuflihah dan Twitter @UmmiLilih