Assalamu’alaikum
Tabik pun,
Hai semua, saya akan kembali berkisah tentang
Pra Bunsay (baca: bunda sayang) Ibu Profesional Lampung. Setelah melewati
Wahana Istana Pasir, lalu Wahana Surfing, sampailah pada Wahana Wakeboarding. Pada wahana ini kami
diminta untuk menuliskan ilmu yang ingin dipelajari, ditingkatkan, dilatih
serta dibagikan. Kemudian menuliskan juga kemungkinan tantangan dan solusi
untuk menghadapinya. Di wahana ini saya sempat tertahan, berbagai alasan
menjadi pembenaran. Tapi sungguh, bukan bermaksud mengada-ada. Keadaan masih
belum terkendali, manajeman waktu dan emosi saya masih tertatih-tatih pasca
dihantam situasi global pandemi. Dengan penuh
semangat, mulai mengingat kembali cita-cita dan harapan saya di masa depan,
Alhamdulillah semangat saya bisa melalui wahana ini. Lalu apa hasil yang saya
dapatkan dari wahana ini?
Saya memulai interaksi dengan Ibu Profesional
saat mengkuti Matrikulasi Batch #5 Ibu Profesional. Saya melalui tahap
perkuliahan dan berhasil lulus matrikulasi. Kesan pertama saya adalah takjub
karena saya kemudian mengenal banyak orang dengan latar belakang yang beragam
namun memiliki visi yang sama yaitu menjadi ibu yang profesional.
Ilmu
yang ingin dipelajari, dilatih, dan dibagikan
Saat ini saya memilih untuk menjadi ibu yang
bekerja di ranah publik dan setiap pilihan sudah tentu mengandung risiko. Saya
selalu berupaya untuk bahagia dengan pilihan saya dulu, kini, dan nanti. Penyesalan
atas sebuah pilihan memang tidak bisa ditampik, akan ada di suatu masa rasa bosan,
lelah, dan kecewa terhadap pilihan, namun blajar bahagia terhadap pilihan
adalah alternatif jalan untuk menjadi profesional.
Saat ini saya bekerja sebagai dosen di sebuah
perguruan tinggi. Ada beberapa kenyataan yang tak terduga sebelumnya bahwa
mengajar itu adalah skill yang harus
terus menerus dilatih. Saya menyukai kegiatan mengajar, meski dulu saya tidak
pernah ingin menjadi guru. Saya juga pernah mengajar di semua tingkatan
pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang menengah atas. Ternyata
tidak ada bedanya, bagi saya mengajar adalah seni untuk berbagi ilmu,
pengalaman dan wawasan kepada siapapun orangnya, berapapun usianya.
Dulu, saya pernah ingin menjadi penulis. Saya
memang suka menulis. Beberapa tulisan saya pernah dimuat di surat kabar dan
buku antologi. Tapi saya belum bisa disebut penulis karena karya saya masih
terbatas baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Saya menikmati kegiatan
menulis. Menulis itu menjadi hiburan tersendiri bagi jiwa dan pikiran saya. Menulis
adalah salah satu bentuk apresiasi diri yang jika tuisan tersebut dibaca banyak
orang, maka akan menimbulkan kebermanfaatan yang lebih banyak lagi.
Alhamdulillah saat ini saya dikarunia 3 orang
anak. Yang pertama baru berumur 6 tahun, yang kedua 4 tahun, dan yang ketiga 2
tahun. Ketiga anak saya saat ini masih sangat membutuhkan perhatian dan bantuan
dari kami, orangtuanya. Saya sangat ingin menjadi ibu yang baik bagi anak-anak
saya. Saya ingin mereka bangga dan bahagia karena memiliki ibu seperti saya.
Untuk itu saya sering membaca artikel dan buku tentang parenting untuk menambah
pengetahuan saya. Memang tidak ada sekolah untuk seorang ibu, namun di Ibu
Profesional saya banyak belajar untuk menjadi seorang ibu yang profesional.
Menjadi ibu yang profesional untuk anak-anak,
dosen profesional, penulis profesional merupakan harapan yang terus saya bangun.
Untuk mencapai ketiga harapan itu saya membutuhkan ilmu manajemen waktu dan
emosi. Manajemen waktu dan emosi adalah dua hal yang cukup krusial untuk
dipelajari oleh para ibu, termasuk saya. Manajemen waktu diperlukan untuk
mengatur agar semua kegiatan berjalan dengan baik, sementara manajemen emosi
diperlukan untuk mengatur emosi yang sering naik turun akibat kondisi tubuh dan
situasi yang dinamis.
Tantangan
dan solusi
Hidup yang dinamis sudah tentu akan bertemu dengan tantangan. Untuk mencapai ibu, dosen, dan penulis yang profesional dibutuhkan ilmu manajemen waktu dan emosi. Saya termasuk orang yang suka belajar. Saya belajar dari mengamati orang lain, dari buku, artikel, dan sebagainya. Namun kadang saya menemukan antara teori dan praktik tidaklah sama. Beberapa teori begitu mudah untuk diungkapkan, akan tetapi tidak semudah mempraktikannya. Selain itu, di masa yang serba terbuka, di mana informasi dan didapatkan dengan mudah diakses, mesti harus bijaksana dalam memilah dan memilih mana informasi yang benar, mana yang sesuai dengan kondisi kita.
Lalu bagaimana menyikapinya? Di ibu
profesional ada karakter moral Ibu Profesional, yaitu:
Always on Time, selalu tepat waktu, menghargai waktu
Never Stopped running, The Mission Alive, tidak pernah berhenti untuk terus melangkah menuju
tujuan yang sudah ditetapkan.
I Know, I Can Be Better, menjadi pribadi yang berusaha untuk lebih baik dari hari ke hari
Don't Teach Me I Love to Learn, memiliki semangat untuk terus belajar agar kualitasnya semakin meningkat.
Sharing is Caring, peduli terhadap orang lain dengan
membagikan ilmu dan pengalaman yang didapatkan kepada orang lain
Kelima karakter moral tersebut bisa digunakan untuk menghadapai tantangan dalam mencari, menggali, dan membagikan ilmu. Saat malas sedang menghampiri, ingat bahwa waktu tak akan pernah kembali, ia akan terus melaju meski kita berhenti. Oleh karena itu kita harus terus melangkah, meski tertatih agar bisa lebih baik lagi dari hari ke hari. Saat terjebak dalam beragam informasi, ingat bahwa saya suka belajar sehingga tidak begitu saja menelan informasi yang didapat, namun ada proses critical thinkin. Terakhir ketika sudah mendapatkan ilmu kadang suka lupa membagikannya, ingat bahwa sharing is caring. Sedikit atau banyaknya ilmu dan pengalaman yang didapat, saat dibagikan akan menjadi berkah. Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amalan yang pahalanya akan terus mengalir meski nyawa sudah tak lagi di raga.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar yang sopan ya :)
Jangan lupa follow IG @ummi_lilihmuflihah dan Twitter @UmmiLilih