Tabik pun,
Saya teringat kisah
kemarin, saat rekan kerja yang juga adalah dosen saya, menyinggung
tentang hafidz. Beliau bertanya pada peserta yang hadir dalam seminar hasil seorang
mahasiswi, apa arti hafidz. Kok ya pas, saya memang sedang ingin menulis
resensi buku, yang berkisah tentang keluarga penghapal Al Qur’an. Kemudian
pikiran saya melayang, anak beliau bersekolah di sekolah Islam yang mewajibkan
siswa-siswinya untuk menghapal Al Qur’an. Saya menerka-nerka, mungkin dia
sedang menghapal juz 30 sekarang.
Saat ini, banyak orang
tua yang ingin untuk menjadikan anak-anaknya hafidz dan hafidzoh. Saya pun
demikian. Saya bisa membaca Al Qur’an dan hafal beberapa surat. Ayah anak-anak jauh
lebih baik dari saya, dari segi membaca dan menghapal Qur’an. Masalahnya, kami
tidak memiliki kemampuan untuk mengajari anak sendiri. Ternyata mengajari anak
sendiri lebih banyak rintangannya daripada mengajar anak orang lain. Hehe... Karena keterbatasan
itu, kami pun berusaha mencari informasi sekolah yang pas, agar anak-anak
bisa sekolah, sekaligus menghapal Al Qur’an. Ya mungkin itu juga yang
dialami sebagian orang seperti kami.
Ayah dan ibu mana yang
tidak bahagia jika anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik. Ayah dan ibu
mana yang tidak bahagia melihat anak-anaknya bahagia. Ayah dan ibu mana yang
tidak bahagia melihat anak-anaknya sukses. Namun sukses yang seperti apa yang diingikan
atau kebahagiaan semacam apa yang ingin dirasakan, hanya ayah dan ibunya yang
tahu. Takaran kebahagian dan kesuksesan bagi setiap orang berbeda, akan tetapi keluarga
muslim pasti sepakat, bahwa takaran kebahagiannya adalah mendapatkan keridhoan
dan keberkahan dari Allah SWT.
Sejak sebelum menikah sampai sekarang, saya selalu berdoa agar dikaruniai anak-anak yang
sholeh dan sholehah. Saya banyak membaca buku untuk menambah pengetahuan tentang mendidik anak. Saya sadar bahwa mendidik anak tidaklah mudah. Kondisi
setiap rumah tangga tidaklah sama, meski membaca buku yang sama atau mendapatkan
informasi yang sama. Belum lagi kondisi eksternal rumah tangga, yang turut
mempengaruhi kondisi internal sebuah rumah tangga. Sehingga orang tua memiliki
tantangan tersendiri dalam menjaga, merawat, dan mendidik anak-anaknya. Dan
tantangan itu semakin lama semakin besar seiring perkembangan zaman.
![]() |
Sampul Depan Buku Hafidz Rumahan. |
![]() |
Sampul Belakang Buku Hafidz Rumahan. |
Banyak yang diubah
oleh perkembangan zaman. Apalagi perkembangan teknologi, secara sadar maupun tak sadar mengubah gaya hidup. Yang tadinya
telepon hanya sebagai sarana untuk berkomunikasi, sekarang banyak hal yang bisa
dilakukan dengan telepon seluler. Pasti kepanikan melanda tatkala telepon seluler
tertinggal di rumah. Kulkas, televisi, mesin cuci, kompor gas, oven listrik
menjadi hal yang lazim, bukan lagi dalam golongan barang mewah. Namun tak
jarang perkembangan teknologi melenakan kita sebagai manusia, untuk beribadah
pada Allah SWT. Nah, sepertinya situasi inilah yang terbaca oleh Abdurrohim. Sehingga dia dan istrinya, Siti Hajar, sepakat untuk saling membantu
dalam upaya melaksanakan perintah Allah dan menjaga keluarga
mereka dari murka Allah.
Abdurrohim atau Rahman Dalimunthe merupakan ayah dari Hasan
Basri, hafidz cilik dari pulau Nias. Mudah mencari informasi tentang Hasan
Basri di internet. Jika kita ketik di pencarian Youtube “Hasan Basri hafidz
cilik dari Nias, maka kita bisa melihat dan mendengar suara merdunya saat
melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an. Dan ternyata Hasan Basri bukanlah
satu-satunya anak Abdurohim yang hafidz Qur’an. Anak Abdurrohim berjumlah 9 orang, 7 orang anaknya sudah menghafal 30 juz Al Qur’an di usia yang 6 sampai dengan 12 tahun, 1 orang meninggal
dunia, dan 1 orang lagi sedang menghafal Qur’an. Allahuakbar!
![]() |
Buku dengan tanda tangan penulisnya. |
Neny Suswati menuliskan kisah keluarga Hasan Basri dalam buku
Hafidz Qur’an Rumahan. Saya sungguh terharu membaca buku ini. Berulang kali
saya berdzikir mengagungkan kebesaran Allah SWT. Anak-anak Abdurohim dan Siti
Hajar tidak ada yang bersekolah formal, mereka memilih mendidik anak-anaknya di rumah. Saya
sungguh takjub dengan keteguhan Siti Hajar atau Sri Maharani Hasibuan atau
biasa disapa Rani, dalam menjalani sebuah pilihan hidup dan kegigihan dalam
mengajari anak-anaknya hingga bisa hafidz Qur’an.
Saya takjub dengan kesederhanaan mereka. Kesederhanaan itu
membuat kehidupan mereka seolah tanpa beban. Tidak ada gadget, tidak banyak
perabot, tidak banyak pakaian dengan corak dan warna, dan menjaga makan
menjadikan beban hidup tidaklah terlalu berat. Iya sih, sebenernya yang membuat
hidup itu menjadi berat adalah gaya hidup. Dengan gaji ratusan rupiah atau
ratusan juta setiap bulan, pengeluarannya pada dasarnya sama saja. Untuk beli
baju, makan, beli perabot, dan sebagainya, namun yang membedakan adalah gaya
hidupnya. Bedalah ya, makan di cafe dengan makan di warteg atau makan buatan
sendiri atau dimasakkan orang lain. Rasanya sama saja di lidah tapi rasa
gayanya yang berbeda. Atau beli baju di Mall dengan beli baju di pasar
tradisional. Sama saja beli baju juga, tapi mungkin model baju dan bahannya
yang berbeda. Balik lagi deh ke gaya hidup. Dulu gaji sejuta bepergian dengan
naik kendaraan umum oke aja tapi ketika gaji sepuluh juta merasa gak pantas
lagi naik kendaraan umum. Hehe…
Dalam buku Hafidz Rumahan diceritakan bahwa Abdurrohim
sekeluarga memilih hidup sederhana. Kehidupan mereka jauh dari penggunaan
teknologi, pakaian mereka juga tidak banyak jumlah dan ragamnya, perabot
rumahnya juga tak banyak. Hal tersebut bukanlah berarti mereka tak menyukai
kesenangan namun lebih kepada menjaga ketaatan kepada Allah. Selain kisah Muhammad
Rosullah S.A.W dan salafushsholih, kisah Nabi Ibrahim serta Ismail menjadi
inspirasi bagi mereka. Sehingga Abdurrohim dan Rani memilih jalan hidup yang mungkin
dianggap aneh bagi sebagian orang di zaman sekarang.
Nah apa sih yang menggerakkan Rani dalam mendidik anak-anaknya?
Konsep Ibu adalah Madrosatul ‘ula,
sekolah pertama dan utama bagi anak-anak. Jadi pendidikan dasar itu kuncinya
ada di ibu dan pendidikan dasar yang paling penting adalah menanamkan
keimanan. Keimanan diibaratkan seperti akar pohon, sebuah pohon akan tumbuh dan
tegak berdiri karena akarnya yang menghujam ke tanah. Tantangan yang dihadapi
adalah lingkungan. Bagaimanapun juga lingkungan membawa pengaruh pada
anak-anak. Akan tetapi Rani memiliki cara sendiri untuk membatasi anak-anaknya
bermain di luar.
![]() |
Cuplikan isi buku Hafidz Rumahan. |
Bagaimana konsep pendidikan yang diterapkan dalam keluarga ini?
Dalam buku Hafidz Rumahan dituliskan bahwa anak ibarat kertas, orang tuanyalah
yang menulisnya. Apa saja yang dituliskan? Yang pertama, tauhid, lalu mencintai
Rosulullah dan keluarganya, selanjutnya mengajarkan dan memahami Al Qur’an,
serta menanamkan cinta dakwah. Selain itu, anak-anak diajarkan untuk mandiri
dan membatasi bermain, jika ada kesalahan yang diperbuat anak, segera
diperbaiki.
Kunci sukses dalam mendidik anak di keluarga ini adalah keyakinan
akan kekuasaan Allah. Dalam keluarga, suami adalah qowwam atau pemimpin dan
istri taat pada suami. Dalam mendidik anak harus istiqomah, sabar, kreatif, dan
rela berkorban. Orang tua berkewajiban juga memberikan lingkungan yang
mendukung. Dan yang tak kalah penting adalah amalan dan doa orang tua untuk
anak-anaknya.
Buku Hafidz Rumahan ini, bagi saya merupakan pandangan dari sisi
lain yang menceritakan bahwa kesederhanaan bukan berarti dilingkupi kesedihan. Bahkan
sebaliknya, kebahgiaan selalu menyertai kesederhanaan itu. Dasar kecintaan pada
anak-anak merupakan bentuk penjagaan orang tua dalam rangka menjaga keluarga dari api neraka. Apa yang dilakukan Abdurrohim
dan Rani bagaikan merangkai mahkota syurga. Buku ini menyadarkan bahwa bentuk
kecintaan kepada anak, tak melulu tentang materi dan dunia. Menanam padi tentu akan
tumbuh rumput namun jika menanam rumput tidak akan tumbuh padi. Mengejar akhirat
pasti akan mendapat dunia. Dan kehidupan di dunia diibaratkan hanya sebagai
rumput. Rangkaian kisah yang tertulis sungguh menggugah hati.
Namun ada sedikit kekurangan dari buku ini yaitu tampilan atau
tata letak tulisan yang kurang baik dan kesalahan ketik. Selain itu gambar yang ditampilkan tidak berwarna. Meski demikian buku ini penuh inspirasi. Selamat membaca dan menemukan hikmah dari tiap kalimatnya.
![]() |
Foto bersama Ummi Neny, Penulis Buku Hafidz Rumahan |
Judul Buku : Hafidz
Rumahan
Penulis Buku : Neny
Suswati
Penyunting Buku :
Rosidin
Penerbit Buku : AURA
CV. Anugrah Utama Raharja
Cetakan : Februari 2019
Ketebalan Buku : XXVI
I+ 200 halaman
ISBN : 978603
MasyaAllah... Luar biasa kisah keluarga ini ya mbak. Semoga dipermudah dan istiqomah mencetak generasi qurani. Aamiin
ReplyDeleteAamiin. Menjadi orang tua itu mesti banyak dan terus belajar, salah satunya dengan membaca buku yang rekomended seperti ini. Trims Nisda atas kunjungannya
DeleteTerima kasih, ya, sudah membaca dan meresensi buku Umi. Semoga, kita mendapat tambahan energi untuk lebih bersabar dalam mendidik dan mengantarkan anak-anak ke posisi mulia di hadapan Allah, aamiin
ReplyDeleteAamiin. Sama-sama, Ummi. Buku yang memang pas buat dibaca. Trims, Ummi Neny sudah menulis buku yang bagus ini.
Delete