Kali ini saya
ingin berkisah tentang Forum Lingkar Pena (FLP). Mengenal FLP bagi saya
bukanlah hal yang sebentar. Sejak SMA, saya sudah sering membaca cerpen di
majalah Annida. Saya juga suka membaca buku-buku yang ditulis Mba Helvi Tiana
Rosa dan Asma Nadia. Keinginan saya untuk bisa menulis cerita tumbuh mekar.
Namun baru saat pertengahan kuliah, saya baru bisa bergabung dengan FLP
Lampung, wilayah di mana tempat saya tinggal. Menjadi anggotanya tak serta
merta membuat saya aktif dalam kegiatan FLP. Keikutsertaan saya dalam tiga
tahun bisa dihitung dengan jari. Sehingga saya kurang mengenal dan dikenal para
pengurus FLP. Kemudian tak disangka dan tanpa rencana, saya menjadi pengurus
FLP Lampung. Sejak itulah rasa cinta yang ada semakin tumbuh subur. Meski
sekarang tak lagi mengurusi FLP tapi hati saya masih tetap setia. Cie cie
sekali ya? Ah memang iya kok . J
Rasa cinta bisa
diutarakan dengan banyak cara, melalui bunga, coklat atau tulisan. Ya tulisan.
Begitu banyak tulisan yang teruang dalam puisi untuk mengungkap cinta. Cerpen
dan novel juga. Tapi rasa cinta kadang tak bisa diutarakan alasannya. Sulit juga
saya menuliskan mengapa bisa mencintai FLP. Apa ya? FLP itu adalah organisasi
kepenulisan. Banyak organisasi lain yang sama seperti itu, ya kan? Saya juga
tidak punya alasan bergabung di FLP agar terkenal. Atau alasan lain agar bisa
diakui sebagai aktivis, organisatoris. Gak lah ya. Meskipun demikian, saat ini saya
tetap harus merangkai kata, setidaknya melukiskan alasan saya berada di FLP. J
FLP mendorong untuk menulis
Banyak alasan
seseorang menulis. Menulis karena hobi, terapi, uang, dakwah, ataupun tuntutan pekerjaan.
Apapun alasan menulis sah-sah saja. Namun pertama kali saya mengenal FLP, saya
meyakini satu hal bahwa menulis itu merupakan suatu bentuk eksistensi diri dan
tulisan yang bagus adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Bahasa lainnya
berdakwah melalui tulisan.
Berada di FLP,
mendorong kita untuk menulis. Memang tidak akan serta merta membuat seseorang
menjadi penulis terkenal. Misalnya saya nih, dulu belajar di FLP, menulis
puisi, cerpen, resensi buku, dan sebagainya tapi setelah bertahun-tahun lamanya
saya hanya baru menghasilkan beberapa karya saja. Saya juga masih jauh untuk
dikenal sebagai penulis. Karena memang dari awal saya menganggap menulis hanya
sebagai hobi yang tidak diberdayakan. Nah ini salahnya saya.
Seandainya kalau
saya serius dalam menulis, mungkin saya sekarang sudah menyandang status
sebagai penulis. Apakah kemudian saya meninggalkan FLP? Tidak. Saya memang
tidak lagi menjadi pengurus tapi saya masih menulis sampai saat ini. Dan setiap
mendengar kata FLP, ada dorongan yang kuat untuk terus menulis. Jargon
Berbakti, Berkarya, Berarti, menjadi salah satu penyemangat.
FLP itu memberi
pencerahan melalui tulisan. Dan di setiap kegiatannya akan
mendorong anggotanya untuk menulis, tentu saja menulis tidak akan terlepas dari
membaca. Untuk bisa menulis juga diperlukan banyak membaca. Banyak kegiatan FLP
yang diadakan untuk meningkakan kualitas anggotanya. Proses lebih ditekankan
dalam setiap kegiatannya. Tujuan menulis juga bukan untuk terkenal atau uang
tapi lebih pada memberikan pencerahan, sementara popularitas dan uang menjadi
bonusnya. Kalau kami pernah berkelakar, mari berbakti, berkarya agar berarti
dan berduit. Hehe… Maaf jika ada yang tak berkenan. J
![]() |
Berkumpul di mana saja dan dalam momen apa saja, bersama anggota FLP dan keluarganya. Doc. Pribadi |
FLP seperti rumah
bagi saya. Tempat berkumpul, bercanda tawa, berkeluh kesah, berbagi sedih dan
gembira. Sejauh manapun saya melangkah, saya pasti akan kembali ke FLP.
Sebanyak apapun aktivitas saya, saya selalu merindukan kebersamaan di FLP. Saya
sering merindukan berkumpul bersama, berbincang ringan tentang apapun mulai
dari hal yang berat sampai yang remeh-temeh.
FLP itu berbeda
dengan organisasi lain. Hubungan antar sesama anggota, tak mengenal batas usia,
status, pekerjaan, dan sejenisnya. Bahkan struktur organisasi dibuat untuk
mengendalikan organisasi saja tapi tidak untuk membatasi hubungan personal. Rasa
kekeluargaan yang kental. Ukuwah Islamiyah, itulah yang terjalin.
Alangkah nikmatnya berproses di FLP, bertanya pada siapa saja dan di mana saja,
saling berbagi.
Layaknya rumah, di
mana anggota keluarga berkumpul, meski ada yang bekerja atau sekolah di tempat
lain, ikatan keluarga tak pernah putus. Seorang teman pernah berkata, kalau mau
pergi ke suatu daerah, janganlah segan untuk mencari anak FLP, kita gak akan
merasa sendiri. Karena rasa itu begitu kuat, bahkan ada juga yang bertemu jodoh
di FLP. J
![]() |
Saya bersama Helvi Tiana Rosa dalam acara yang diadakan FLP Bandar Lampung. Doc. Pribadi |
FLP tempat berkumpulnya para penulis
Saya ingat ketika
saya mengikuti acara FLP di Depok. Sudah lama sekali tapi saya masih ingat
ketika saya bertemu dengan banyak sekali penulis, mulai dari penulis pemula
hingga penulis terkenal. FLP memang tempat berkumpulnya para penulis.
Mungkin di luar sana ada yang mengkritik bahwa banyak tulisan anggota FLP yang
kurang atau tidak mutu. Pada kenyataannya tidaklah demikian. FLP merupakan organisasi yang anggotanya
dari beragam latar belakang. Bahkan ada FLP Kids yang anggotanya anak-anak. Tapi gak perlu diragukan lagi sebenarnya, alangkah
banyaknya penulis terkenal di FLP dengan tulisan yang berbobot.
Di FLP Lampung
saja, jutaan karya sudah dihasilkan. Sebut saja Naqiyyah Syam, Laela Awalia, Fadila Hanum, Desma Hariyanti, Agus Kindi, Angga Adhitya, Betty
Permana, Suwanda, Jarwo, dan masih banyak lagi. Hasil karya mereka bisa
dinikmati banyak orang. Apalagi jika kita bicara FLP secara keseluruhan. Helvi
Tiana Rosa, Asma Nadia, Sinta yudisia, Afifah Afra, Benny
Arnas, Irfan Hidayatullah, Izzatul
Jannah, Habiburrahman El Siraji, Baim
Lebon, dan masih banyak lagi
penulis terkenal lainnya, hasil karya mereka tersebar di mana-mana bahkan
sampai mancanegara. Menginspirasi banyak orang. Apalagi Taufik
Ismail penah menyebut FLP sebagai anugerah Tuhan bagi bangsa Indonesia.
Masyaallah.
Karya anggota FLP banyak
diminati
Karya FLP banyak diminati. Cobalah
cari di google, ketik karya para penulis FLP misalnya karya Sinta Yudisia,
karya Benny Arnas atau karya Afifah Afra, akan muncul banyak sekali
tulisan-tulisan mereka dalam bentuk buku dan lainnya. Bahkan ada juga penulis
FLP yang tulisannya dimuat di Republika, Kompas, Jawa Pos, Lampung Post dan
media nasional serta lokal lainnya. Keren kan?
Siapa yang pernah membaca
buku Ketika Mas Gagah Pergi yang mengharu biru? Atau Ayat-Ayat Cinta 1 dan 2 yang kemudian disadur
menjadi film?
Ada FLP di mana-mana
Kita bisa menemukan FLP di mana-mana. Jika
suatu saat ada yang harus meninggalkan daerahnya, jangan khawatir. Cari saja
FLP di mana tempat tujuan kita, kita bisa mengurus pindah keanggotaan. Dan
jangan khawatir lagi karena kita akan diterima dengan senang hati di tempat
baru. Padahal baru bertemu tapi serasa sudah lama sekali bertemu. Di Lampung saja ada FLP Lampung, FLP Metro, FLP Lampung Selatan, FLP Bandar Lampung, FLP Lampung Timur. Di Kalimantan Timur ada FLP Kalimantan Timur, FLP Kutai Kertanegara, Di Jawa Timur ada FLP Banyuwangi, Ada juga FLP Aceh, FLP Palembang, dll.
Lalu, kalau pindah ke luar negeri bagaimana? Jangan khawatir juga, ada FLP di luar negeri. Masak sih? Iya, sungguh. Ada FLP Mesir, FLP Yaman , FLP Turki, FLP Maroko, FLP Arab Saudi, FLP Hongkong, dan lain-lain.
Lalu, kalau pindah ke luar negeri bagaimana? Jangan khawatir juga, ada FLP di luar negeri. Masak sih? Iya, sungguh. Ada FLP Mesir, FLP Yaman , FLP Turki, FLP Maroko, FLP Arab Saudi, FLP Hongkong, dan lain-lain.
Semoga semakin banyak karya yang dilahirkan dari temen-temen di FLP, menginspirasi, mengubah dunia lewat pena. salam
ReplyDelete